SEKILAS INFO
: - Tuesday, 23-04-2024
  • 1 bulan yang lalu / Pengurusan kartu izin tinggal setiap Ahad. Jika ada perubahan jadwal, akan diinformasikan lebih lanjut.
  • 5 tahun yang lalu / Selamat datang di website resmi GAMAJATIM!  memberikan informasi tentang warga Jawa Timur di Mesir khususnya, juga negara Mesir bagi mereka yang tertarik.

Telah jelas, bahwa kebebasan dalam memilih agama merupakan fitrah setiap manusia. Hal ini telah ditekankan oleh Dr. Mahmud Hamdi Zaqzuq dalam majalah Azhar edisi bulan Muharram kemarin.

“Pemilihan suatu akidah maupun agama, harus dilandasi dengan ketidak adanya pakasaan dan kebencian sedikitpun.

Dari pernyataan ini, muncullah beberapa pertanyaan oleh masyarakat, diantaranya: apakah konteks pemilihan akidah disini berlaku untuk semua akidah secara umum atau hanya sebatas diartikan dalam akidah Islam saja? Selain itu, diambil dari salah satu sempel kehidupan, jika ada seseorang yang telah memilih suatu akidah, dan dipertengahan hidupnya ia mengingkarinya untuk memilih akidah lain, lantas apakah permasalahan ini termasuk dalam pemilihan sutau akidah menurut hukum syariat Islam?

Melihat begitu rumitnya pembahasan mengenai akidah Islamiyah, para ulama sendiri meiliki perbedaan pendapat antara satu sama lain.

Pada dasarnya harus kita pahami terlebih dahulu, bahwa kedudukan antara satu akidah dengan akidah yang lainnya itu berbeda. Sebagaimana dalam akidah Islam, kedudukan dan nilai-nilai syariat yang berjalan didalamnya tidak bisa disetarakan dengan akidah lainnya. Setiap akidah pastinya memiliki kebijakannya tersendiri. Begitu pula Islam yang merupakan akidah paling sempurna dari Allah SWT, justru memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan akidah-akidah yang lainnya.

Dijelaskan dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 256

لآ إكراه فى الدين, قد تبين الرشد من الغيج ،البقرة : 256

“Tidak ada paksaaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat….”

Imam al-Akbar al-Azhar Syekh Mahmud Syaltut menjelaskan dalam kitabnya al-Islam Aqidatun wa Syari’atun, “Salah satu bentuk serangan dari suatu agama yang ditimbulkan karena adanya kemungkaran dari agama tersebut merupakan bentuk pelecehan dan peremehan atasnya.”

Secara dhohirnya, jika kita mengartikan beberapa ayat al-Quran yang mencangkup pembahasan permasalahan ini, umumnya hanya sekedar membahas balasan bagi para pengingkar agama Islam dan membebaninya dengan balasan di akhirat saja, yakni kekekalan di dalam Neraka. Sedangkan, para mufti telah menfatwakan bahwa mereka layak dijatuhi suatu hukuman di Dunia yakni denga cara penumpahan darah. Hal ini dirujuk dari hadits Rasulullah SAW:

يروى عن ابن عباس ـرضي الله عنهماـ قال:قال رسول الله صل الله عليه و سلم : من بدل دينه فاقتلوه

Pun berdasarkan hadits diatas, para ulama telah menyikapinya dari beberapa segi pandang diantaranya:

Apakah maksud dari bergantinya agama disini hanya berlaku bagi seorang muslim saja atau bagi setiap agama yang ada? Apakah hal ini dibebankan kepada setiap orang mukalaf baik laki-laki maupun perempuan? -sedangkan di dalam Islam, bahwa wanita itu sangat dijunjung kehormatannya- Dan apakah penebusan dosa oleh seorang murtad dapat ditebus dengan penumpahan darah tersebut?

Para ulama bersepakat, bahwasannya dalam memaknai suatu hukum janganlah terpacu dengan satu rujukan nash. Misalnya, dalam memaknai hadits tentang perkara balasan bagi orang murtad. Para ulama tidak secara langsung mengambil keputusan dengan batasan dari satu hadits tersebut, melainkan juga memperhatikan tafsiran makna. -baik dari ayat Quran mapun hadits yang lainnya- Serta memperhatikan kondisi zaman, dan bagaiamana kondisi masyarakat sekitarnya.

Berdasarkan pandangan Syekh Abdul Muta’al al-Sho’idy pengarang kitab al-Huriyah al-Diniyah fi al-Islam, seorang murtad pasti mendapatkan balasan di akhirat nantinya. Selain itu, balasan akan pengkhianatannya juga berhak dibebani hukuman di dunia sesuai dengan fatwa yang telah disepkati oleh suatu negara tersebut.

Sedangkan menurut pandangan Syekh Isa Manun, bahwasannya hukuman penumpahan darah bagi seorang murtad telah menjadi hal yang tidak diragukan lagi. Beliau menegaskan hukuman yang disepakati ini guna mencegah seseorang untuk tidak mengingkari suatu agama yang telah dipegangnya. Dan jika ia memiliki pemikiran untuk berpaling, dia akan berfikir terlebih dahulu hingga akhirnya ia bertaubat serta merubah akan apa yang ia rencanakan pada sebelumnya.

Begitu banyak perbedaan pandangan para ulama. Namun, perbedaan ini tidak menimbulkan perselisihan antara satu sama lain. Semua pendapat itu bisa diseimbangkan dalam satu persepsi. Yakni, pemilihan atas suatu akidah Islamiyah dilandasi dengan suatu keyakinan tanpa adanya keraguam sekecil apapun. Selain itu, pemilihan atasnya berkelangsungan terus-menerus semasa hidupnya. Karena atas kalam Allah SWT dan hadits Rasulullah SAW, pastinya pemilihan disini terkerucut dalam konteks akidah Islamiyah, baik yang telah menjadi fitrah semenjak ia dilahirkan maupun pemilihan disaat ia berpindah akidah dari non Islam ke akidah Islamiyah ditengah-tengah perjalanan hidupnya.

Jumhur ulama bersepakat, balasan yang setimpal bagi seorang murtad yakni dengan dijatuhi hukuman mati. Namun, bisa jadi pernyataan ini bukanlah menjadi suatu keharusan di setiap negara. Oleh sebab itu para ulama menambahkan, tidak ada balasan sebagaimana pertumpahan darah apabila seorang murtad itu disandari oleh beberapa alasan.

Yang pertama, adanya keterpaksaan berpindah dari akidah Islam dikarenakan lingkungan masyarakat sekitarnya yang mengancam nyawa atau dalam kondisi terdesak. Namun, pada hakikatnya hatinya masih teguh dan meyakini akidah Islamiyah secara utuh. Karena jika ia tidak melakukannya, justru menimbulkan bahaya yang lebih besar.

Kedua, berpindah keyakinan tetapi tidak mempengaruhi orang lain. -tidak menghasut dan mempengaruhi orang lain dengan hal yang bertentangan dengan ajaran Islam- Maka ia tidak wajib dijatuhi hukuman dengan penumpahan darah, dengan alasan tidak membahayakan umat Islam. Serta ia tidak menanamkan atau mencampur adukkan pemikiran-pemikiran yang menimbulkan kerancuan di dalam umat Islam. Hal ini bertujuan untuk menjaga keutuhan agama Islam dengan melihat kondisi zaman yang semakin banyak bermunculan fitnah dan permasalahan-permasalahan kontemporer.

Dengan ini dapat kita simpulkan, balasan berupa penumpahan darah itu bukan murni ditujukan sebagai balasan seseorang akan pengingkarannya terhadap agama yang ia pegang. Melainkan, kekhawatiran akan apa yang ia lakukan setelahnya. Dimana dapat menjadi sumber terpecahnya umat Islam dan tidak adanya kemaslahatan masyarakat bersama. Karena balasan sesungguhnya dari bentuk pengingkaran terhadap akidah Islam adalah janji Allah SWT atas kekekalan di Neraka.

Mestinya telah menjadi suatu kewajiban para ulama untuk menjaga keutuhan seluruh umat Islam, terutama pada daerah lingkungan sekitarnya. Mendebat mereka yang memiliki pemikiran melenceng dengan dalil-dalil yang kuat dan logis. Sebagaimana dijelaskan dalam kitabNya sebagai berikut:

ادع إلى سبيل ربك بالحكمة و الموعظة الحسنة و جادلهم بالتي هي أحسن ،النحل : 125

Diantaranya inilah sebab-sebab timbulnya riddah

Begitu banyak perkara dalam kehidupan ini yang sangat membutuhkan perhatian khusus, terutama dalam segi pandang agama Islam. Melihat kondisi masyarakat yang selalu membutuhkan fatwa akan permasalahan kontemporer. Begitu pula tidak semua ulama di zaman sekarang yang benar-benar mengeluarkan fatwa secara murni. Sebagian dari mereka hanya menukil sepatah dua patah dari suatu nash -al-Quran dan hadits- tanpa melihat ayat tafsiran, atau pejelasan lainnya yang masih bersangkutan. Inilah salah satu faktor yang malah menyesatkan umat Islam dan merupakan tindakan kejahatan terhadap agama.

Disamping itu, keberadaan mereka yang saling acuh tak acuh sesama umat Islam. Dengan artian kurangnya kesadaran untuk membantu sesama muslim. Jika kita perhatikan, begitu banyak fasilitas pelayanan jasa yang ditawarkan oleh sekelompok masyarakat non muslim yang diperuntukkan secara umum. Ditambah dengan adanya perhatian mereka terhadap umat muslim merupakan cara untuk menyuntikkan  pemikiran-pemikiran yang tidak sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri. Disinilah mereka andil dalam mengambil kesempatan.

Selain dipicu akan kurangnya kepekaan kita sesama umat muslim, juga tidak adanya kekuatan sebagian umat muslim untuk menolak, karena mereka memang membutuhkan kebutuhan tersebut.

Dengan ini mari kita kupas buah hikmahnya bersama-sama. Betapa pentingnya sikap peduli, toleransi, dan kesadaran akan lingkungan sekitar kita. Sebagaimana apa yang telah Rasulullah ajarkan kepada umatnya. “Dan bukanlah suatu bentuk dari kerahmatan Islam apabila tidak adanya kepedulian antar sesama muslim.” Oleh sebab itu, mari memulai apapun dengan sesuatu yang bermanfat, bertindak, berperilaku layaknya insan sosial, meski kecil dan dipandangnya sesuatu yang remeh. Hingga kemaslahatan akan tetap terjaga, terutama untuk keutuhan persatuan umat Islam baik sekarang dan juga kedepannya nanti.

Oleh: Nafisah Aliyah, mahasiswi Azhar tingkat 1, Ushuluddin 

Terjemahan majalah Azhar edisi bulan Muharram 

TINGGALKAN KOMENTAR

Agenda