SEKILAS INFO
: - Friday, 19-04-2024
  • 1 bulan yang lalu / Pengurusan kartu izin tinggal setiap Ahad. Jika ada perubahan jadwal, akan diinformasikan lebih lanjut.
  • 5 tahun yang lalu / Selamat datang di website resmi GAMAJATIM!  memberikan informasi tentang warga Jawa Timur di Mesir khususnya, juga negara Mesir bagi mereka yang tertarik.

Pembaca: Asaduddin Al Hawari

Editor : Asaduddin Al Hawari

Suara : Zaid

 

Suatu pandangan dunia dan umumnya suatu pandangan teoretis tidak pernah melayang-layang di udara. Setiap pemikiran teoretis mempunyai hubungan erat dengan lingkungan di mana pemikiran itu dijalankan. Hal itu benar juga bagi permulaan pemikiran teoretis, yaitu lahirnya filsafat di Yunani pada abad ke-6 sebelum Masehi. Supaya jangan ada salah paham, dengan segera harus ditambah di sini bahwa bagi seorang Yunani, filsafat tidak merupakan suatu ilmu di samping ilmu-ilmu lain, melainkan meliputi segala pengetahuan ilmiah. Tanah Yunani adalah tempat persemaian di mana pemikiran ilmiah mulai bertumbuh. Kiranya sudah jelas bahwa lahirnya filsafat dan ilmu pengetahuan di Yunani tidak dapat dimengerti tanpa sekadar mengetahui sedikit kebudayaan Yunani. Dalam bab I ini kami coba melukiskan beberapa ciri khas kebudayaan Yunani yang merupakan latar belakang bagi timbulnya filsafat di negeri itu.

Mencari Kebijaksanaan

Nama “filsafat” dan “filsuf berasal dari kata-kata Yunani philosophia dan philosophos. Menurut bentuk kata, seorang philo-sophos adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Ada tradisi kuno yang mengatakan bahwa nama “filsuf” (philosophos) untuk pertama kalinya dalam sejarah dipergunakan oleh Pythagoras (abad ke-6 SM). Tetapi kesaksian sejarah tentang kehidupan dan aktivitas Pythagoras demikian tercampur dengan legenda-legenda sehingga sering kali kebenaran tidak dapat dibedakan dari reka-rekaan saja. Demikian halnya juga dengan hikayat yang mengisahkan bahwa nama “filsuf” ditemukan oleh Pythagoras. Yang pasti ialah bahwa dalam kalangan Sokrates dan Plato (abad ke-5 SM) nama filsafat” dan “filsuf” sudah lazim dipakai. Dalam dialog plato yang berjudul Phaidros misalnya kita membaca: “Nama `orang bijaksana` terlalu luhur untuk memanggil seorang manusia dan lebih cocok untuk seorang Dewa. Lebih baik ia dipanggil philosophos, pencinta kebijaksanaan. Nama ini lebih berpatutan dengan makhluk insani.”

 

  1. Perkataan Plato tadi serentak juga menunjukkan suatu aspek penting dari istilah philosophia. Menurut pandangan Yunani, seorang yang mempunyai kebijaksanaan sebagai milik definitif sudah melampaui kemampuan insani. Orang sedemikian itu telah melangkahi batas-batas yang ditentukan untuk nasibnya sebagai manusia. Memiliki kebijaksanaan berarti mencapai suatu status adimanusiawi. Itu sama saja dengan hybris, rasa sombong, yang selalu ditakuti dan dihindari orang Yunani. Manusia harus menghormati batas-batas yang berlaku bagi status insaninya. Karena dia manusia dan bukan seorang Dewa, ia harus puas dengan mengasihi kebijaksanaan. Itu berarti mencari kebijaksanaan itu serta mengejarnya. Tetapi tugas itu tidak pernah akan selesai. Kebijaksanaan tidak pernah akan menjadi miliknya secara komplet dan definitif. Karena alasan-alasan itu orang Yunani memilih nama “filsafat” dan “filsuf”.

TINGGALKAN KOMENTAR

Agenda