SEKILAS INFO
: - Saturday, 20-04-2024
  • 1 bulan yang lalu / Pengurusan kartu izin tinggal setiap Ahad. Jika ada perubahan jadwal, akan diinformasikan lebih lanjut.
  • 5 tahun yang lalu / Selamat datang di website resmi GAMAJATIM!  memberikan informasi tentang warga Jawa Timur di Mesir khususnya, juga negara Mesir bagi mereka yang tertarik.
Harmonisasi Politik Islam di Indonesia

Oleh : Ahmad Nuun

 

Perpolitikan merupakan permasalahan pelik yang tumbuh dalam lingkungan masyarakat Indonesia di era modern ini, karena politik termasuk wilayah abu-abu, yang didalamnya terkadang benar ataupun salah, baik ataupun buruk. Perkembangan politik sendiri didukung dengan sistem demokrasi yang menjunjung tinggi hak setiap individu untuk berpendapat. Tentu sistem ini akan mempercepat arus perpolitikan di Indonesia serta menyebabkan tumbuhnya pengelompokan dalam masyarakat maupun pemerintahan, seperti terbentuknya berbagai partai politik dan golongan yang dibentuk berdasarkan tujuan tertentu dengan melakukan berbagai cara untuk mencapainya. Kini, muncul berbagai kasus politik yang menyebabkan beredarnya pernyataan bahwa “politik itu kotor, politik digunakan untuk mendapatkan jabatan, mempertahankan kekuasaan dan memperbesar kekuasaan”, sehingga  dari politik tumbuhlah kekuasaan absolut yang bersifat sewenang-wenang. dari sini muncul cikal bakal korupsi, manipulasi jabatan dll. Dalam politik, tidak peduli kawan maupun lawan, yang ada hanyalah kepentingan semata. tetapi apakah ini berlaku pada politik Islam?

Dalam tatanan masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam, mereka memiliki perspektif yang berbeda dalam berpolitik karena Islam dan politik adalah keterpaduan yang saling mengikat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hal inilah yang akhirnya turut mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan politik Islam di Indonesia. Sebelum  kita membahas tentang perspektif politik Islam di Indonesia, sebaiknya kita meninjau dahulu bagaimana tumbuh dan berkembangnya politik Islam di Indonesia. Dimulai sejak masa kerajaan Islam  berkuasa di nusantara, tepatnya pada abad XXXI, dimulai dengan adanya hubungan politik antara kerajaan maupun perdagangan dalam persekutuan antara kerajaan, hingga berlanjut pada masa penjajahan Belanda.

Saat itu, tepatnya pada tahun 1905, berdiri sebuah organisasi ke-Islaman modern, yakni Syarikat Islam – organisasi tertua dari semua organisasi massa di tanah air yang berperan manyatukan bangsa Indonesia. Pada masa orde lama, politik Islam mengalami pelemahan dari regulasi pemerintahan saat itu karena dituding sebagai pesaing  yang potensial dan diperkirakan dapat merobohkan landasan negara nasionalis ketika itu, sekaligus penciutan peran masyarakat untuk mensukseskan stabilitasi nasional. Semenjak itu, politik Islam di Indonesia mengalami pasang surut hingga pada tahun 2005. Maka dari itu, diselenggarakannya KUII  (Konferensi Ummat Islam Indonesia)  ke-7,  yang salah satu temanya mendeskripsikan tentang isu dan kepentingan dinamika Islam Indonesia  berupa penguatan peran politik umat Islam di Indonesia. Akhirnya, dihasilkan empat format politik Islam yang selayaknya dipraktikkan umat Islam di Indonesia.

Pertama, politik Islam substansif, dimana agenda ke-Islaman diusung dengan mengesampingkan simbol ke-Islaman dan lebih menonjolkan sifat substansif kepentingan Islam sendiri. Kita dapat menangkap salah satu pesan penting substansifme politik Islam yang bisa menghindarkan Islam dari jebakan perbedaan yang bersifat formalistis dan simbolis. Melalui format ini, Islam lebih dikenal masyarakat dengan gerakan yang selalu mengedepankan maslahat umat dalam sisi agama, tanpa meruntuhkan semangat nasionalisme. Bukan hanya dengan mempromosikan nama Islam, tapi lebih kesubstansinya.

Kedua, berisi tentang politik Islam formalistik. Dalam formalisme, politik Islam sejatinya bermakna luas dan mencakup seluruh bidang kehidupan umat, kemudian tereduksi menjadi Islam  politik, seolah-olah tidak ada Islam tanpa berpolitik praktis.

Ketiga, tentang politik Islam eklektik. Dalam eklektifisme, umat Islam tidak bisa terlepas dari unsur fundamental dalam beragama disetiap kehidupan berbangsa dan bernegara.

Keempat, tentang politik Islam konstitusionalis. Dalam konstruksi konstitusionalis, dimensi Islam dan negara masing-masing memiliki identitas otentik meski beberapa hal – bahkan banyakterjadi singkronisasi. Format politik Islam konstitusionalis tidak menghilangkan unsur genuinitas Islam dan bernegara sehingga semangat beragama dan rasa nasionalisme selalu terjaga. Misalnya,  penyampaian Bung Karno perihal politik agama di awal masa kemerdekaan bahwa masing-masing agama dipersilakan mengegolkan agenda, dakwah, dan misi agamanya di Indonesia dengan catatan masih dalam koridor komitmen Pancasila UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.

Kita telah mengetahui dalam empat format tersebut, tidak satupun yang bertujuan untuk menjatuhkan kekuasaan pemerintahan bahkan mengganti Pancasila dengan ideologi kekhilafaan, karena politik Islam selalu berorientasi pada kemoderatan dan lebih mementingkan maslahat umat.

Maka dari itu, menyebarnya desas-desus permainan kotor dalam berpolitik tidak dapat kita labelkan pada politik Islam yang justru berlaku sebaliknya. Didalam politik Islam, nilai keagamaan dijunjung tinggi tanpa mencoba merobohkan asas nasionalisme. Di sisi lain, umat Islam harus berkontribusi dalam gerakan penguatan kehidupan kebangsaan yang bersifat fundamental, seperti mewujudkan kehidupan bekebangsaan yang damai dan memperjuangkan keadilan kesejahteraan bagi masyarakat. Hematnya, politik Islam Indonesia tidak dipersempit hanya dalam pengertian politik praktis yang sekarang telah marak didalam tubuh pemerintahan, meskipun politik praktis termasuk salah satu bentuk manifestasi politik Islam   sendiri, tapi itu bukan satu-satunya identitas politik Islam.

Dalam makna luas, politik Islam di Indonesia diartikan dengan bagaimana Islam dipraktikkan utuh oleh umat Islam di berbagai aspek dalam komitmen ke-Indonesiaan untuk tujuan kesejahteraan, keadilan, dan kemaslahatan rakyat. Pada titik ini, telah dijelas tentang erbedaan politik Islam dan politik konvesional dan hendaknya umat Islam di Indonesia selalu berada pada garda terdepan serta aktif mengambil peran dalam perwujudan kepemimpinan politik Islam yang sehat dari karakter koruptif, manipulatif, dan jauh dari karakter adiluhung warisan bangsa sendiri.

Identitas hakiki politik Islam Indonesia adalah harmonisasi gerakan umat Islam Indonesia dibidang ekonomi, budaya, demokrasi, dan bargaining diplomasi dengan masyarakat global untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang maju.

TINGGALKAN KOMENTAR

Agenda