SEKILAS INFO
: - Thursday, 18-04-2024
  • 1 bulan yang lalu / Pengurusan kartu izin tinggal setiap Ahad. Jika ada perubahan jadwal, akan diinformasikan lebih lanjut.
  • 5 tahun yang lalu / Selamat datang di website resmi GAMAJATIM!  memberikan informasi tentang warga Jawa Timur di Mesir khususnya, juga negara Mesir bagi mereka yang tertarik.
Candu Baru Generasi Milenial

Oleh: Muammar 

Apresiasi harus diberikan kepada para ilmuwan yang menemukan berbagai candu baru bagi kehidupan. Kenapa demikian? Lihatlah ketika orang zaman dahulu bersusah payah untuk berkomunikasi, berkirim surat, hingga untuk saling menyapa. Kemajuan teknologi menjadi perubahan terbesar atas mudahnya informasi, pengetahuan, dan komunikasi. Bagaimana kaitan candu dengan kemajuan teknologi? Kenapa negara tidak segera bersikap untuk membatasi candu yang sedang booming? Dan apa dampaknya pada psikologi remaja?
Dari segi bahasa, Kecanduan adalah kondisi seseorang mengalami kehilangan kontrol terhadap apa yang dia lakukan – disebabkan karena keinginan kuat atau kegemaran terhadap suatu hal – dan terjadi pada waktu yang lama. Orang yang memiliki kecanduan tidak mempunyai kendali  atas apa yang mereka lakukan, gunakan, atau konsumsi terhadap suatu hal yang mereka jadikan candu.
Kecanduan tidak hanya terjadi pada benda-benda fisik yang dapat dikonsumsi saja. Menurut sebagian ahli, banyak jenis kecanduan terhadap suatu perilaku yang mungkin tidak disadari. Kondisi kecanduan yang terjadi pada seseorang dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatannya, terutama kesehatan psikologis. Bukan tidak mungkin kecanduan menyebabkan perilaku, kebiasaan, bahkan fungsi otak berubah.
Jikalau demikian, antara candu dengan kebiasaan merupakan hal yang sama?
Tentu saja kecanduan berbeda dengan kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang. Ketika Anda melakukan kebiasaan yang selalu Anda lakukan, Anda bisa menghentikannya kapan saja sesuai dengan kondisi yang terjadi. Tapi tidak dengan kecanduan, Anda benar-benar susah untuk menghentikan perilaku tersebut, entah apa yang terjadi untuk menghentikannya. Intinya, Anda kehilangan kontrol dan kendali terhadap apa yang Anda lakukan sehingga tidak mampu untuk menghentikan kegiatan tersebut. Gangguan aspek psikologis seseorang juga bisa menjadi salah satu penyebab kecanduan.
Dari segi sejarah penyebaran narkoba di Indonesia, khususnya pada masa kolonialisme Belanda, narkoba selalu dinamakan dengan candu. Sebagaimana saat Indonesia sedang dijajah, Narkoba pada masa itu lebih dikenal dengan sebutan candu. Pada abad 18-19 candu sangat marak dan dijual secara bebas dikalangan masyarakat. Apa lagi sekitar tahun 1860-1910 candu dijadikan sebagai komoditas utama oleh VOC. Dengan meroketnya transaksi candu di Jawa, VOC membuat keputusan pajak bagi bandar candu agar tetap termonopoli pihak VOC. Pajak pengepak candu ini tergolong sangat besar serta perdagangannya tergolong yang terlaris pada masanya.
Jikalau dua makna diatas dikombinasikan, maka muncul sebuah makna baru yang mewadai arti candu atau narkoba dari dua segi itu, yakni sesuatu yang sedang marak dan dijual bebas di masyarakat, serta menyebabkan penggunanya kehilangan kontrol atas apa yang mereka perbuat karena ada suatu dorongan atau kegemaran ketika melakukan.
Bagaimana kaitan candu dan kemajuan teknologi zaman sekarang?
Majunya teknologi adalah candu atau narkoba bagi dunia. Candu itu merambah perlahan hingga mampu menjangkit seluruh lapisan benua. Bahkan, candu itu menjadi sebuah kebutuhan bagi manusia. Ketika candu digunakan dalam kadar sewajarnya dan waktu sesuai kondisi, maka yang terbentuk adalah efek positif untuk tubuh. Berbeda lagi jika sudah overdosis, sifat destruktif candu itulah yang akan berdampak pada tubuh pecandunya dalam waktu dekat. Begitupula dengan media sosial, ketika menggunakannya dengan batas wajar, maka yang muncul adalah manfaat dari media sosial itu sendiri. Jika berlebihan dalam penggunaan, maka banyak hal negatif yang akan berdampak pada si pengguna.
Sebagaimana kita ketahui tatanan kebutuhan biologis manusia terbagi menjadi tiga: primer, sekunder, dan tersier. Ketika berbincang tentang media sosial, termasuk kebutuhan apakah itu? Apakah primer? Mungkin saja karena majunya teknologi yang mengharuskan seseorang untuk memilikinya. Apakah sekunder? Mungkin juga karena tidak setiap individu menggunakannya. Apakah tersier? Atau malah tidak dikategorikan sebagai kebutuhan?
Cobalah sejenak kita berpikir, kemajuan zaman menuntut pikiran kita untuk maju. Siapa yang tidak mau mengikuti perubahan, dia pasti akan tertinggal. Begitupula dengan perbuatan, jika kita tidak mau mengikuti gaya hidup generasi milenial ini, hampir dipastikan kita akan tersisihkan oleh majunya arus globalisasi. Mau tidak mau tiap individu –minimal harus mengerti tentang makna globalisasi dan kemajuan teknologi itu sendiri jika tidak mau menjadi terbelakang dan tersisihkan oleh zaman.
Seperti yang dilansir dari global social media research summary 2019, Jumlah pengguna internet di seluruh dunia pada 2018 adalah 4,021 miliar, naik 7 persen dari tahun ke tahun. Jumlah pengguna media sosial di seluruh dunia pada 2018 adalah 3,196 miliar, naik 3 persen tiap tahun. Jumlah pengguna ponsel pada 2018 adalah 5,135 miliar, 4 persen kenaikannya tiap tahun. Lantas, apakah candu ini sudah menyebar ke seluruh lapisan masyarakat di dunia?
Sama halnya ketika candu ditinjau dari segi bahasa merupakan sesuatu yang dapat menyebabkan seseorang kehilangan kontrol terhadap aktivitasnya. Dalam kehidupan pribadi misalnya, kita sering melihat teman kita tiap hari tak lepas dari yang namanya media sosial. Yang lebih parah lagi, mereka merelakan waktunya terbuang sia-sia hanya untuk itu, hingga saat masuk kamar mandi candu itu tetap menghasutnya. Seperti candu yang haqiqi –yang mencebloskan penggunanya kepada hal-hal tidak benar dan cenderung melanggar norma. Oleh sebab itu, candu dilarang di kehidupan yang menjunjung tinggi hak-hak kehidupan.
Cerminan bahaya narkoba bagi kehidupan dan perkembangan ini tercermin pula dalam karya sastra Indonesia baru  dengan tahun 2004 yang berjudul “Jangan Beri Aku Narkoba” karya Alberthiene Endah yang menceritakan seorang Arimbi yang terjegal masalah keluarga dan terperdaya pengedar narkoba untuk mengkonsumsi narkoba yang mengakibatkan Arimbi kecanduan sehingga merubah seluruh aspek kehidupannya. Tidak sampai disitu saja Arimbi pun mulai masuk semakin dalam ke Lembah Hitam setelah bertemu dengan Vela, Arimbi pun mulai terpengaruh Vela yang merupakan seorang lesbian Hingga pada akhirnya penyimpangan seksual Arimbi pun terjadi dengan terjalinnya hubungan kasih antara Arimbi dan Vela.
Tidak lepas dari itu, narkoba zaman milenial tidak berupa senyawa atau serbuk saja, bahkan media sosial pun dapat dikategorikan candu abad ini karena membuat penggunanya lupa akan kontrol terhadap dirinya sendiri karena kegemaran atau keinginan yang sangat melekat untuk menggunakannya.
Bagaimana sikap negara terhadap candu baru ini?
Setiap sesuatu pasti punya efek negatif dan positif, begitu pula dengan candu media sosial. Beberapa yang menyadari akan krusialnya peran media sosial bagi kehidupan, tentu menggunakannya dengan batas wajar tanpa mengalami efek kecanduan yang berlebihan. Tentunya, mereka memaksimalkan manfaat dari adanya kemajuan teknologi di era globalisasi ini. Begitu pula negara, pasti ia tidak mau dikucilkan dari tatanan pemerintahan dunia karena acuh tak acuh dengan teknologi. Buta dan tak mau menangkap sesuatu yang baru.
Beberapa contoh manfaat dari penggunaan media sosial: sebagai media penyimpanan dan informasi, situs jaringan sosial mempermudah menjalin keakraban dalam pergaulan, mempermudah bertukar informasi secara cepat dan murah, mempererat tali silaturrahmi tanpa harus merogoh kocek yang mahal, dan sebagai saran dakwah untuk memperluas ajaran agama.
Dibalik itu, dampak negatif dari media sosial pun tak kalah banyaknya. Misalnya, kasus pembunuhan dan tindak kejahatan seringkali terjadi karena media sosial. Susahnya bersosialisasi dengan orang-orang sekitar karena mereka aktif di dunia fiktif saja. Pudarnya penggunaan bahasa formal pun turut mencemari penggunaan media sosial yang acap kali seseorang itu berbalas pesan dengan bahasa gaul. Tak hanya itu, media sosial cenderung mengakibatkan candu yang berdampak pada psikis sang pecandu, umumnya membuat orang lebih mementingkan diri sendiri.
Di era milenial ini dapat kita lihat bahwasanya banyak sekali kalangan remaja yang terpengaruh candu media sosial. Mereka rela menghabiskan waktu berjam-jam, berhari-hari, bahkan hampir separuh dari kehidupan mereka diperdaya oleh kemajuan teknologi itu sendiri. Mudah saja, ketika kita lihat banyak anak kecil zaman ini berbondong-bondong menuju warung kopi hanya untuk mencari wifi dengan harga yang murah. Mereka rela menghabiskan waktu beberapa jam hanya untuk menatap layar hape itu.
Negara seharusnya prihatin terhadap candu yang sedang menjangkit para remaja. Kenapa demikian? Banyak sekali remaja yang overdosis dalam penggunaan candu media sosial ini. Berdasarkan hasil riset Wearesocial Hootsuite yang dirilis pada Januari 2019, pengguna media sosial mencapai 150 juta atau 56% dari total populasi penduduk Indonesia. Jumlah tersebut naik 20% dari survei tahun sebelumnya. Parahnya lagi, dari 150 juta penduduk itu, hampir 80 jutanya adalah remaja berusia sekitar 17 sampai 23 tahun.
Sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, begitupula media sosial. Dibalik menyita waktu, juga membuat kita rawan terkena beberapa dampak psikis akibat penggunaan media sosial. Beruntung jika dampak psikis positif yang mempengaruhi kehidupan si pecandu, jikalau dampaknya negatif? Mau tidak mau harus menghindari dampak itu. Jika sudah kecanduan bagaimana? Lantas apakah dampak yang akan terjadi pada psikologi remaja?
Adapun dampak pertama yaitu dampak psikologi yang positif dari penggunaan media sosial. Beberapa diantaranya yaitu sebagai sarana pengungkapan diri yang baik dan hal itu menghasilkan kepuasan individu serta pengungkapan tentang kebahagiaan pribadi. Misalkan saat memposting sebuah status tentang piala yang barusan pengguna dapatkan, dia secara pribadi tidak hanya mengunkapkan rasa gembira karena prestasi itu, tetapi juga menarik perhatian orang lain untuk membicarakan dirinya sendiri.
Emosi sangat mungkin ditularkan melalui media sosial. Hal itu menyebabkan mudahnya pergantian mood dari sang pengguna itu sendiri. Cobalah untuk menghindari posting-an yang berbau negatif karena akan merusak moodmu. Apabila sudah terlanjur melihat postingan yang negatif, maka segeralah mencari beberapa unggahan yang berbau positif untuk memperbaiki mood yang rusak agar segera membaik kembali.
Masih dalam sisi posting atau unggahan dalam media sosial yang terkadang menimbulkan iri hari bagi penggunanya. Tidak hanya iri hati, sebuah postingan dapat menyebabkan cemburu, konflik, dan perasaan menderita bagi seseorang. Hal semacam itu memang tak bisa dipungkiri sebagai dampak psikologi dari adanya candu media sosial. Semua orang pasti berlomba-lomba menunjukkan keberhasilannya di medsos demi sebuah eksistensi dan sanjungan dari para netizen. Tapi dibalik itu, banyak orang yang iri, dengki, bahkan mencemooh ketika melihat keberhasilan yang didapatkannya.
Benarkah media sosial merupakan penyebab individualisme pada seseorang? Bahkan ada yang bilang dapat memunculkan sifat introvert seseorang?
Mayoritas orang yang aktif menggunakan media sosial akan membentuk karakter seseorang yang individualis. Ini bermakna mereka tidak mudah peka dengan keadaan lingkungan sekitar karena terlalu asyik menggunakan media sosial. Kecenderungan berinteraksi dalam dunia maya membuat mereka acuh tak acuh dengan orang lain di dunia nyata. Hal ini mengakibatkan rusaknya hubungan sosial antar sesama karena kurangnya komunikasi.
Alangkah baiknya jika kebiasaan bersosialisasi di dunia maya diubah ke dunia nyata. Mulai memperhatikan lingkungan sekitar dan berusaha membaur dengan masyarakat agar dapat memahami problematika yang ada. Mengurangi penggunaan gadget yang berlebih agar tidak menjadi orang yang individualis dan tertutup karena lebih memusatkan waktu untuk dunia maya media sosial.
Pengaturan waktu yang baik akan membantu memudahkan jalan untuk mencapai tujuan. Mengalihkan perhatian kepada hal-hal yang cenderung bersifat positif sehingga waktu itu tidak habis hanya dengan mengakses media sosial jika dirasa tidak mendatangkan manfaat. Malah lebih baik jikalau ada sebuah batas waktu maksimal dalam penggunaan untuk mengurangi efek kecanduan yang rawan ditimbulkan oleh media sosial.
Kemajuan teknologi dan maraknya candu media sosial yang tak bisa dibendung dari generasi milenial ini mempunyai banyak dampak bagi penggunanya, khususnya dampak psikologi orang yang terlanjur kecanduan dalam mengakses hal itu. Berlaku bijak dalam menggunakannya oleh anak muda sehingga memberi dampak positif perlu ditekankan. Penting sekali bagi seluruh golongan, utamanya remaja dalam usia produktif, untuk mengetahui dampak apa saja yang akan ditimbulkan oleh candu media sosial. Ayo! Gunakan media sosialmu bukan untuk ajang “unjuk gigi” tapi untuk ajang penyebaran hal-hal yang lebih berguna dan bermanfaat bagi orang lain.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Agenda